Rabu, 30 November 2011

etika profesi bimbingan konseling

ETIKA PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING


1.    Pengertian dan ciri-ciri suatu profesi
a.    Pengertian profesi
-          Menurut D. Gorge, profesi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
-          Menurut Webster New World Dictionary Menjelaskan profesi sebagai suatu pekerjaan yang meminta pendidikan tinggi dalam liberal arts atau science dan biasanya meliputi pekerjaan mental bukan pekerjaan manual.
-          Menurut Good’s Dictionary Of Education Mendefinisikan profesi sebagai suatu pekerjaan yang meminta persiapan spesialis yang relatif lama di perguruan tinggi dan di kuasai oleh suatu kode etik yang khusus.
-          Menurut Voolm Mendekati masalah profesi dari sudut pandang sosiologi yang menyarankan bahwa profesi menunjuk pada suatu kelompok pekerjaan dari jenis ideal yang sebenarnya tidak ada dalam kenyataan tapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa di peroleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi dengan penuh
-          Profesi sebenarnya adalah suatu hal yang sangat berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan yang sangat di pengaruhi oleh pendidikan dan keahlian sehingga banyak orang yang bekerja tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Dengan demikian orientasi utama profesi adalah untuk kepentingan masyarakat denagn menggunakan keahlian yang dimiliki dan bisa menjadikan suatu ajang pengembangan ilmu pengetahuan.




b.    Ciri-ciri suatu profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1.      Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
2.      Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setia pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3.      Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4.      Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
5.      Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi. Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kaumprofesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atasrata-rata. Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
2.    Bimbingan konseling sebagai suatu profesi
Diyakini bahwa pelayanan bimbingan dan konseling adalah suatu profesi yang dapat memenuhi ciri-ciri sebagai seorang konselor. Namun, berhubung dengan perkembangannya yang masih tergolong baru, terutama di Indonesia, dewasa ini pelayanan bimbingan dan konseling belum sepenuhnya mencapai persyaratan yang diharapkan. Sebagai profesi yang handal, bimbingan dan konseling masih perlu dikembangkan. Pengembangan profesi bimbingan dan konseling antara lain melalui, sebagai berikut :

(a)  standardisasi untuk kerja profesional konselor
(b) standardisasi penyiapan konselor,
(c)  akreditasi
(d) stratifikasi dan lisensi
(e)  pengembangan organisasi profesi.

3.    Tujuan dilakukannya bimbingan konseling
Ada beberapa pertimbangan tentang tujuan konseling
-          Tujuan itu dapat dibedakan untuk setiap klien
-          Tujuan itu cocok dengan klien, bukan yang terpenting menurut pandangan konselor
-          Tujuan tersebut memungkinkan dicapai

Menurut George & Christian (1981) ada 5 tujuan utama konseling, yaitu :
1.    Memfasilitasi perubahan tingkah laku
-          Agar lebih produktif dalam hidup
-          Klien sebaiknya dapat melihat perubahan itu

2.    Meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan
-          Banyak klien bermasalah benar berkaitan berhubungan dengan manusia lainya
-          Meningkatkan keterampilan sosial
-          Meningkatkan kualitas hubungan
-          Agar hubungan interpersenal lebih efektif

3.    Meningkatkan kemampuan klien mengatasi masalah
-          Memahami permasalahan diri sendiri
-          Mampu melihat masalah dari sisi yang berbeda

4.    Mendorong proses pengambilan keputusan
-          Belajar menganalisa situasi dengan penuh kesadaran
-          Mempertimbangkan konsekuensi yang harus ditanggung secara personal, waktu, energi, resiko, uang, DLL.
-          Menjadi energi dan tidak tergangtung pada konselor

5.    Memfasilitasi perkembangan dan potensi klien
-          Meningkatkan kebebasan klien pada dirinya dan lingkungan (hambatan diri)
-          Memaksimalkan secara efektif apa yang dapat diberikan klien pada lingkungan dan merespon dirinya untuk ditampilkan di lingkungan.


SIKAP DAN ETIKA PROFESIONAL BIMBINGAN KONSELING

Sikap merupakan suatu kecendrungan untuk mendekat atau menghindar, positif atau negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi, ide, konsep dan sebagainya.

Menurut Gagne (1974), mengatakan bahwa sikap merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap beberapa objek, pribadi dan pristiwa.

Menurut Louis Thurstone, Likert, dan Charless osgood, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut.

Menurut Chave, Bogardus, Lapiere, Mead, dan Gardon Allport, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek tertentu.


Selanjutnya, LaPiere mengungkapkan di lain refensesi bahwa sikap adalah sebagai suatu pola perilaku, tedensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.

Sikap dapat di klasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1.    Sikap sosial
Sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial, dan biasa dinyatakan oleh sekelompok orang atau masyarakat.
2.    Sikap individu
Sikap individu adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang.

Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seregaman sikap terhadap suatu objek. Sejalan dengan pengertian sikap, dapat di pahami bahwa :
1.    Sikap di tumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang bersangkutan dalam keterkaitannya dengan objek tertentu.
2.    Sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar
3.    Sikap selalu berhubungan dengan objek, sehingga tidak berdiri sendiri
4.    Sikap dapat berhubungan dengan satu objek, tetapi dapat pula berhubungan dengan sederet sejenis.
5.    Sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan.

Etika (yunani kuno : ethikos), berarti timbul dari kebiasaan. Cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan bertanggung jawab.

Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia, kelompok, atau budaya tertentu.

Etika dimulai jika manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan. Kebutuhan akan refleksi ini akan dirasakan ketika pendapat kita berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah di perlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.

Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah-kaidah perilaku yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawabnya  memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli. Kaidah-kaidah perilaku yang dimaksud adalah:

1.    Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai manusia; dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku bangsa, agama, atau budaya.
2.    Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan mengarahkan diri.
3.    Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambilnya.
4.    Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan bimbingan dan konseling secara profesional.
5.    Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang didasarkan kepada kode etik (etika profesi).  

Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja atau anggota dengan masyarakat.

Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia wsajib dipatuhi dan diamalkan oleh pengurus dan anggota organisasi tingkat nasional , propinsi, dan kebupaten/kota.

Nilai-nilai pribadi konselor dan konsep-konsep yang berkaitan dengan konselor

Seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesonalitasnya. Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini adalah seorang konselor di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor. Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya:

a.  Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
b.  Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain, di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan social.
c.   Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.
d.  Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
e.  Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
f.   Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.
g.  Komunikasi. Situasi konseling menuntut reaksi yang adekuat dari pihak konselor, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman klien. Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh klien karena dapat membantu klien melihat perasaannya sendiri.

Dengan adanya sifat-sifat kepribadian ini, konselor hendaknya juga memiliki nilai-nilai yang mesti dipegang oleh seorang konselor, yaitu :

a.       Membedakan perilaku yang menggambarkan pandangan positif

Konselor harus bisa membedakan perilaku klien yang dimana perilaku klien tersebut merupakan sebuah pandangan atau persepsi klien yang bisa diorientasikan sebagai pandangan yang positif. Pandangan positif ini bisa berwujud seperti persepsi-persepsinya klien mengenai dunia politik, pendidikan, situasi sosial,bencana yang ada di indonesia, dan sebagainya. Dengan demikian, konselor harus mampu mengendalikan suasana dan diharapkan mampu memahami apa yang dipikirkan oleh kliennya sehingga proses konseling akan berjalan dengan lancar tanpa ada satu pun kesalah pahaman yang terjadi.

Sebagai contoh kasus, yaitu jujun sedang berkonseling dengan pak Indra. Jujun adalah salah satu korban meletusnya gunung merapi. Rumahnya terkena abu tebal dan sekarang masih belum bisa ditempati. Berkat bantuan pemerintah yang mendirikan tenda-tenda darurat ia masih bisa hidup dan memiliki tempat tinggal untuk sementara meskipun tempatnya berdesak-desakkan dengan pengungsi yang lain. Menurutnya ia masih beruntung karena ia masih bisa hidup meskipun hidup di pengungsian, ia tidak harus tinggal dirumahnya yang masih termasuk dalam zona berbahaya. Dari pernyataan jujun tersebut, pak indra bisa tau bahwa ia berpandangan positif terhadap apa yang ia rasakan dan mengambil sisi positif dari apa yang ia alami.

b.      Membedakan perilaku yang menggambarkan pandangan negatif

Seorang konselor dituntut untuk bisa mengerti dan memahami kondisi psikologis klien, memahami disini bisa diartikan bahwa seorang konselor mampu membedakan pandangan-pandangan yang diungkapkan kliennya mengenai dunia luar maupun pandangan-pandangannya terhadap dirinya sendiri. Konselor diharapkan mampu membedakan pandangan-pandangan klien mana yang negatif dan mana pandangan yang positif. Sehingga nantinya dalam penanganan terhadap klien akan lebih efektiv dan berhasil guna.

Contoh kasus :
yuanita adalah seorang siswa kelas XII di SMA ksatrian semarang, ia sedang mengalami dilema sehingga ia memutuskan datang kepada konselor di sekolahnya. Ketika bertemu dengan pak heru selaku konselor, ia tanpa basa-basi langsung mengoceh tentang keputusan sepihak orang tuanya yang akan dinas keluar kota bersama dan menitipkan yuanita di tempat bibinya. Namun yuanita kurang setuju dengan keputusan orang tuanya tersebut, menurutnya ia masih bisa tinggal sendiri dirumah karena ia sudah bisa melakukan semua pekerjaan rumah tangga dan tidak perlu dititipkan di tempat bibinya. Ia merasa sangat kesal sampai mengumpat-ngumpat di depan pak heru. Pak heru mengerti bahwa yuanita memandang persoalan yang dialaminya dari segi negatifnya. Lalu kemudian pak heru menenangkan yuanita yang sedang berapi-api dan merespon keluhan-keluhan yuanita.

c.       Membedakan individu yang berpotensi dalam layanan bimbingan dan konseling.

Konselor harus mampu membedakan mana klien yang berpotensi dan mana klien yang kurang menunjukkan adanya potensi diri. Pengetahuan tentang hal ini bisa membantu konselor dalam menjalankan tugasnya. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin seorang konselor memberikan perlakuan yang sama antara semua kliennya tanpa memperhatikan kondisi psikologis maupun kondisi-kondisi lain yang dimiliki oleh kliennya. Menangani klien yang memiliki potensi yang tinggi hendaknya berbeda apabila dibandingkan dengan menangani klien yang memiliki tingkat potensi diri yang lebih rendah. Hal ini tentu saja bukan dengan maksud membeda-bedakan atau pilih kasih terhadap konseli, namun demi keefektifan jalannya proses konseli sendiri.
Contoh: pada hari selasa bu ninik selaku konselor sekolah menerima klien yang dimana ia merupakan salah seorang dari tiga besar di kelasnya, ia mengungkapkan permasalahan yang sedang dialaminya kepada bu ninik. Keesokan harinya bu ninik juga kedatangan klien yang berasal dari kelas yang sama dengan klien yang sebelumnya, namun ia dalam prestasi belajar merupakan termasuk yang mendapat ranking rendah. Klien yang ini juga mengungkapkan problema-problema yang dihadapinya kepada bu ninik. Dari kasus dua konseling yang berbeda ini, maka bu ninik dapat mengetahui kemampuan berpikir, cara pandang, prestasi belajar, dan hal-hal yang lainnya yang berbeda antara klien yang pertama dana klien yang ke dua. Bu ninik juga mampu membedakan potensi yang dimiliki masing-masing kliennya.

KONSEP-KONSEP YANG BERKAIITAN DENGAN KONSELOR

Syarat yang harus di miliki seorang konselor adalah :
1.    Kualitas pribadi : nampak ada
a.    Performance (penampilan, cara membawakan diri, cara kerja)
b.    Perkembangan diri (kematangan diri dan kestabilan emosi)

2.    Pengetahuan tentang manusia
a.    Pengetahuan psikologis dan ilmu lainnya
b.    Sistem nilai yang di anut/prinsip hidup/pandangan hidup
Sistem nilai meliputi : ajaran agama, pandangan hidup, sikap kerja, keyakinan moral, relasi manusia, dll.
c.    Pemahaman budaya

3.    Pengetahuan spesifik yang sesuai dengan profesi
4.    Kemampuan konseling yang spesifik dan keterampilan konseling yang memadai, hal ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan
5.    Kemampuan mematuhi kode etik (komitmen pada profesi)

Flanagan dan McGraw (1961) menyaranakan prinsip tingkah laku konselor berkaitan dengan tanggung jawab, sebagai berikut :
a.    Tanggung jawab konselor terhadap dirinya semdiri
b.    Tanggung jawab konselor terhadap klien, kode etik (kerahasiaan)
c.    Tanggung jawab konselor terhadap administrasi/arsip
d.    Tanggung jawab konselor terhadap masyarakat
e.    Tanggung jawab konselor terhadap profesi

Polmantier mengadakan survey mengenai sifat kepribadian konselor, menyatakan :
a.    Konselor adalah pribadi yang intelegen, memiliki kemampuan berpikir verbal dan kualitatif, belajar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan berperspektif
b.    Menunjukkan minat kerjasama dengan orang lain.
c.    Mampu menerima dirinya dan tidak menggunakan klien untuk kepuasan pribadi
d.    Memiliki nilai-nilai yang di akui kebenarannya, yang terpancar dalam prilakunya
e.    Luwes memahami berbagai persoalan

Kondisi konselor yang menghambat konseling :
a.    Konselor blocking
b.    Konselor tidak tahu jawaban atas pertanyaan klien
c.    Konselor yakin masalah klien tidak ada jalan keluaranya
d.    Konselor membuat kesalahan
e.    Konselor dalam kondisi kesehatan yang buruk
f.     Konselor sedang tidak mood
g.    Masalah klien sama dengan konselor

Perbedaan konselor yang intensional (efektif) dengan konselor yang tidak efektif
Atribut
Konselor yang intensional/efektif
Konselor yang tidak efektif
Tujuan helping
Berusaha membantu klien mencapai tujuan-tujuan klien menurut agenda klien. Mau menyarankan pandangan alternatif dan menyediakan arahan dalam beberapa hal
Berusaha memaksakan tujuan-tujuannya sendiri mengikuti agendanya sendiri. Mungkin tidak bersedia menyediakan arahan dan dukungan yang jelas diperlukan.
Pengungkapan respon
Dapat mengungkapkan dan melahirkan respon bagi berbagai macam ragam situasi dan personal/konseren
Mungkin tidak memiliki respon atau berpegang teguh pada satu cara respon tertentu saja.
Wawasan/ sudut pandang
Berpehaman dan bertindak/berbuat atas wawasan-pandang
Mungkin tidak memiliki wawasan-pandang atau mampu bekerja hanya dalam satu kerangka kerja.

Teori-teori psikologis
Berpemahaman dan bekerja dalam sejumlah kerangka kerja psikologis. Melihat nilai-nilai potensial dalam banyak rancangan yang tersedia.
Dapat berbuat/bekerja dalam satu teori psikologis, memahami secara terbatas kerangka kerja yang lain.
Intensionilitas budaya
Mampu menungkapkan pernyataan-pernyataan verbal dan nonverbal dalam jumlah maksimum guna berkomunikasi dengan orang-orang sebudaya dengannya dan juga orang dari sejumlah budaya lain.
Mampu berfungsi dalam hanya satu kerangka budaya.
Kerahasiaan
Mempertahankan rahasia klien
Mendiskusikan/membicarakan kehidupan klien dengan orang-orang lain tanpa izin.
keterbatasan
Meu mengakui keterbatasan diri dab belajar meningkatkan diri
Tidak mengenali keterbatasannya dan tidak mau bertukar pikiran dalam kegiatan profesional
Penyaringan informasi
Fokus pada kebutuhan klien dan memperhatikan detil yang relevan
Memperhatikan detil yang tidak relevan
Pengaruh antar pribadi
Menyadari bahwa konselor akan mempengaruhi klien sehingga lebih bertanggung jawab
Kurang menydari pengaruh antar pribadi
Martabat manusia
Menekankan pada ketulusan dan penerimaan
Tidak tulus pada klien, kadang merugikan klien
Teori umum
Menggunakan beberapa kerangka terori
Memakai satu teori saja

NILAI-NILAI PRIBADI KLIEN DAN KONSEP-KONSEP YANG BERKAITAN DNEGAN KLIEN
Menurut Rogers, konstruk inti konseling berpusat pada klien adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau perwujudan diri. Dikatakan bahwa konsep diri atau struktur diri dapat dipandang sebagai konfigurasi konsepsi yang terorganisasikan tentang diri yang membawa kesadaran.
Menurut Rogers Teori kepribadian yang disebut sebagai “the self theory”, sangat berpengaruh pada klien  yaitu:
  1. Tiap individu berada di dalam dunia pengalaman yang terus menerus berubah, dan dirinya menjadi pusat.
  2. Individu mereaksi terhadap lingkungannya sesuai dengan apa yang dialami dan ditanggapinya.
  3. Individu memiliki satu kecendrungan atau dorongan utama yang selalu diperjuangkannya, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan, dan memperluas pengalamannya.
  4. Individu mereaksi terhadap gejala kehidupan dengan cara keseluruhan yang teratur.
  5. Tingkah laku atau tindakan itu pada dasarnya adalah suatu usaha mahluk hidup yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan yang dialami dan dirasakan.
  6. Emosi yang menyertai tindakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, sesungguhnya merupakan suatu yang memperkuat usaha individu mencari sesuatu ataupun memuaskan kebutuhannya untuk memelihara dan mengembangkan dirinya.
  7. Cara yang terbaik untuk memahami tingkah laku seseorang ialah dengan jalan memandang dari segi pandangan individu-individu itu sendiri.
  1. B. Proses Konseling
Pendekatan yang berpusat pada klien menggunakan sedikit tekhnik, akan tetapi menekankan sikap konselor. Tehknik dasar adalah mencakup, mendengar, dan menyimak secara aktif, refleksi, klariflkasi, “being here” bagi klien. Konseling berpusat pada klien tidak menggunakan tes diagnostik, interpretasi, studi kasus, dan kuesioner untuk memperoleh informasi. Tekhnik-tekhnik itu dilaksanakan dengan jalan wawancara, terapi permainan, dan terapi kelompok, baik langsung atau tidak langsung. Keberhasilan terapi tergantung kepada faktor-faktor tingkat gangguan psikis, struktur biologis klien, lingkungan hidup klien, dan ikatan emosional.
KONSEP-KONSEP YANG BERKAITAN DENGAN KLIEN
 Klien harus di pandang sebagai pribadi yang memiliki kebutuhan (psikologis).
Menurut Anthony Yeo (1993), klien itu adalah
a.    Pribadi yang emmiliki kehormatan/penghargaan
b.    Pribadi yang unik, sehingga penanganannya berbeda
c.    Pribadi yang dinamis, maksudnya bisa beurbah
d.    Pribadi yang bertanggung jawab
Yang implikasinya memperlakukan klien sebagai pribadi yang :
a.    Memiliki pengendalian atas hidup mereka, situasi dan lingkungan
b.    Memiliki kemampuan untuk memilih
c.    Memandang seseorang sebagai pribadi yang mempunyai banyak sumber daya (kekuatan diri/kelebihan diri)
Ada beberapa tipe klien datang
a.    Datang sendiri
b.    Atas rekomendasi
c.    Paksaan
Klien seperti ini bersikap enggan, tidak terbuka, cuek, dll, mereka beranggapan bahwa mereka tidak punya masalah, memiliki keraguan atas manfaat konseling, merasa kehilangan harga diri dan bersikap negatif pada konseling

Situasi-situasi khusus yang terjadi pada klien, yang harus mampu dihadapi konselor:
a.    Klien diem
b.    Klien menangis
c.    Klien agresif
d.    Klien mengeluh tentang gangguan fisiknya
e.    Klien mengalami ketergantungan emosional dengan konselor
f.     Klien jatuh cinta pada konselor
g.    Klien menanyakan masalah pribadi konselor
h.    Klien transferen dengan konselor (Transferensi merupakan fenomena dalam psikoanalisis yang ditandai dengan pengalihan perasaan alam bawah sadar dari satu orang ke orang lain. Salah satu definisi transferensi adalah "pengulangan tidak tepat yang terjadi dan memiliki hubungan yang penting dengan masa kecil seseorang." definisi lain adalah "pengalihan perasaan dan keinginan, khususnya yang dipertahankan secara tidak sadar dari masa kanak-kanak menuju objek baru." ada juga yang mendefinisikan lain yaitu "sebuah reproduksi emosi dan berkaitan dengan pengalaman yang ditekan, khususnya pada masa kanak-kanak, dan disubstitusikan pada orang lain ... dari objek aslinya sesuai dorongan yang direpresi". Transferensi pertama kali dijelaskan oleh Sigmund Freud, dan diakui sangat penting untuk psikoanalisis agar lebih memahami perasaan pasien.)
Prinsip-prinsip umum yang harus dipegang oleh konselor selama proses konseling berlangsung
Z  konselor harus membnetuk hubungan baik dengan konseli
Z  konselor harus memberikan kebebasan kepada konseli untuk berbicara dan mengekspresikan dirinya dnegan tepat
Z  konselor sebaiknya tidak memberikan kritik kepada konseli dalam suatu proses konseling
Z  konselor sebaiknya tidak menyanggah konselinya
Z  konselor sebaiknya melayani sebagai pendengar yang penuh perhatian dan penuh pengertian, konselor diharapkan tidka bertindak atau bersikap otoriter
Z  konselor harus dapat mengerti perasaan dan kebutuhan konseli
Z  konselor harus dapat menanggapi pembicaraan konseli dengan tepatberkaitan dengan latar belakang kehidupan pribadinya dan pengalaman-pengalaman pada masa lalu, kehidupannya saat ini dan harapan-harapan di masa yang akan datang
Z  konselor sebaiknya memperhatikan setiap perbedaan pernyataan konseli, khususnya mengenai nilai-nilai dan nada perasaan konseli, serta kesesuaian verbal dan non-verbalnya
Z  konselor harus memperhatikan apa yang diharapkan oleh konseli dan apa yang akan dikatakan oleh konselinya, walau konselinnya tidak mengatakannya
Z  konselor harus memiliki sikap dasar penerimaan terhadap konseli
Z  konselor sebaiknya berbicara dan bertanya pada saat yang tepat, seperti :
a.    ketika konseli diam
b.    ketika memancing konseli dengan pertanyaan bila ia mengalami kesulitan mengatakan sesuatu
c.    jika konselor merefleksikan isi atau perasaan konseli
d.    jika konselor mau mengarahkan pembicaraan yang terlupakan oleh konseli
e.    jika konselor akan menerangkan, menafsirkan sesuatu.

KETERAMPILAN-KETERAMPILAN DASAR KONSELOR
Jika ditelaah intinya terdiri 2 jenis keterampilan-keterampilan dasar konselor, yaitu :
1.    keterampilan mendengarkan
2.    keterampilan berbicara
a.    peka dan tanggap terhadap keadaan klien pada pandangan awal pada awal pertemuan dan perubahannya selama proses konseling berlangsung, seperti antara lain :
-          penampilan jasmaniah klien
-          gaya dan sikap klien
-          gerakan dan isyarat yang ditunjukkan klien
-          sikap badan klien
-          suasana lingkungan klien
-          status sosial klien
-          cara klien mengambil jarak dengan konselor
-          pandangan mata klien
b.    keterampilan membuka percakapan (basa-basi) dengan klien dan membuat bentuk pertanyaan terbuka
c.    keterampilan mendengarkan secara tepat dan efektif
d.    keterampilan mengikuti pokok pembicaraan klien (inti pembicaraan)
e.    keterampilan memberikan dorongan-dorongan atau dukungan minimal, dukungan secara emosional maupun dukungan untuk bercerita. Memberikan dukungan yakni secara tepat menunjukkan penerimaan, minat, serta bimbingan kepada klien untuk meneguhkan dan memperkuat egonya sehingga percaya bahwa dirinya mampu mengatasi situasi yang sedang dihadapinya dan meningkatkan kemampuannya untuk menjalankan peran serta tugas-tugasnya secara efektif.
f.     Keterampilan mengeksplorasi
Yakni bersama-sama dnegan klien menyelidiki dan memeriksa semua data (cerita) yang ada kaintannya dengan masalah klien serta berbagai kemungkinan yang terbuka baginya. Hal ini mencakup :
a.    Perasaan atau emosi
b.    Data identitas dan proses kehidupan klien
c.    Masalah klien/kebutuhan klien
d.    Alternatif masalah yang memungkinkan
e.    Orang-orang yang berpengaruh (significant other)

g.    Mengklarifikasi/memperjelas/mempertegas
Yakni berusaha membantu klien menyadari bahwa dirinya sepenuhnya bertanggung jawab berkaitan dengan masalah yang melibatkan orang lain yang sedang di alaminya.
h.    Keterampilan mengajak klien untuk memikirkan sesuatu yang lain
i.     Keterampilan konfrontasi
Yakni mengajak klien melihat kenyataan situasi yang sedang dihadapinya dan bertanggung jawab atas perbuatannya tersebut.
j.     Keterampilan menanggapi/respon
a.    Mengenal perasaan klien
b.    Mengungkapkan perasaan diri sendiri
c.    Melakukan refleksi (refleksi isi dan refleksi perasaan)
d.    Kemampuan memahami dengan cermat
k.    Keterampilan berbicara secara umum
a.    Memberikan informasi
b.    Menjelaskan
c.    Memberikan nasihat
d.    Bertanya secara langsung
e.    Mempengaruhi dan mengajak
f.     Menggunakan contoh pribadi
g.    Memberikan tafsiran
h.    Mengupas masalah
i.     Mengarahkan/membimbing




















KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN KONSELING

Kode etik bimbingan dan konseling adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus di taati oleh siapa saja yang ingin berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling demi untuk kebaikan.
Kode etik didalam bidang bimbingan dan konseling dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik, serta di harapkan akan menjadi semakin baik. Kode etik mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar atau diabaikan tanpa membawa akibat yang tidak menyenangkan.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia.
Adapun prinsip-prinsip yang harus di pegang oleh seorang konselor adalah
a.    Dasar bimbingan dan konseling di sekolah tidak dapat terlepas dari dasar pendidikan pada umumnya dan pendidikan di sekolah pada khususnya.
b.    Tujuan bimbingan dan konseling disekolah tidak dapat terlepas dari tujuan pendidikan nasional.
c.    Fungsi bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan dan pengajaran ialah membantu pendidikan dan pengajaran.
d.    Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua individu
e.    Bimbingan dan konseling dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam sifat, yaitu secara :
1.    Preventif ,yaitu bimbingan dan konseling diberikan dengan tujuan untuk mencegah jangan sampai timbul kesulitan-kesulitan yang menimpa diri anak atau individu
2.    Korektif, yaitu memecahkan atau mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh anak atau individu
3.    Preservatif, yaitu memelihara atau mempertahankan yang telah baik, jangan samapai menjadi keadaan yang tidak baik
f.     Bimbingan dan konseling merupakan proses yang kontiniu
g.    Para guru hendaknya mempunyai pengetahuan mengenai bimbingan dan konseling karena mereka selalu berhadapan langsung dengan murid yang mungkin perlu mendapatkan bimbingan.
h.    Individu yang dihadapi tidak hanya mempunyai kesamaan-kesamaan, tapi juga mempunyai perbedaan-perbedaan.
i.     Tiap-tiap aspek dari individu merupakan faktor penting yang menentukan sikap ataupun tingkah laku.
j.     Tidak boleh memandang individu terlepas dari masyarakatnya, tetapi harus melihat individu beserta latar belakang sosial, budaya, dan sebagainya.
k.    Anak atau individu merupakan mahkluk hidup
l.     Adanya evaluasi
m.  Konselor harus selalu mengikuti perkembangan situasi masyarakat, seperti perkembangan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.
n.    Konselor harus selalu ingat untuk menuju kesanggupan individu agar dapat memmbimbing diri sendiri.
o.    Seorang konselor harus selalu memegang teguh kode etik bimbingan dan konseling
Kode etik bimbingan dan konseling tersebut, antara lain :
1.    Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling
2.    Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Oleh karena itu, pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang dan tanggung jawab yang bukan wewenang atau tanggung jawabnya.
3.    Karena pekerjaan pembimbing berhubungan lansung dengan kehidupan pribadi orang maka seorang pembimbing harus :
a.    Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dnegan sebaik-baiknya
b.    Menunjukkan sikap hormat kepada klien
c.    Menghargai klien. Jadi, dalam menghadapi klien, pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4.    Pembimbing tidak diperkenankan :
a.    Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih
b.    Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan
c.    Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien
d.    Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien
5.    Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain diluar kemampuan dan keahlian stafnya yang diperlakukan dalam bimbingan dan konseling
6.    Pembimbing harus selalu menyadari tanggung jawabnya yang berat, yang memerlukan pengabdian sepenuhnya.

MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN)
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuanketentuan
tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh. Jika kode etik tidak di patuhi, maka akan ada sanksi-sanksi yang mesti diperhatikan, yaitu :

SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi

Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang profesional

TUJUAN KODE ETIK PROFESI :
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.

Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.

Dasar Kode Etik Profesi Bimbingan dan Konseling
|  Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
|  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
|  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28 ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan)
|  Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
|  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERKAITAN DENGAN PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING

Bimbingan dan Konseling dalam Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional (UUSPN) tempo dahulu.
UU No.2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) disahkan bulan Maret 1989 di lingkungan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB). Timbul berbagai kegusaran dan rasa was-was mengenai status tenaga bimbingan dalam UUSPN, juga kekhawatiran mengenai implikasi dari pernyataan dalam UUSPN terhadap masa depan jurussan PPB, nasib para lulusannya dan profesi bimbingan secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena ada inkonsistensi antara Pasal 1 ayat 8 dengan Pasal 27 ayat 1, 2 dan 3.
Pasal 1 (8): “Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar, dan atau melatih peserta didik”. (catatan: disini kata membimbing disebut lebih dahulu).
Pasal 27 (1): “Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan atau memberikan layanan teknis dalam bidang pendidikan”.
Pasal 27 (2): “Tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, serta teknisi sumber belajar”.
Pasal 27 (3): “Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen”.

Bimbingan dan Konseling dalam Undang-undang Sistim Pendidikan Nasional (UUSPN) tempo sekarang.
Dengan disahkannya UU NO 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, memberikan makna tersendiri bagi pengembangan profesi bimbingan dan konseling, dan melahirkan berbagai Peraturan Pemerintah sebagai peletakan dasar pelaksanaan Undang-undang tersebut. PP no 27, 28, 29, dan 30 tahun 1990 mengatur tata laksana pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi serta mengakui sepenuhnya tenaga guru dan tenaga lain yang berperan dalam dunia pendidikan, selain guru.
Peluang lain yang memberikan angin baru badi pengembangan bimbingan dan konseling adalah SK. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 026/1989, yang menyatakan, “adanya pekerjaan bimbingan dan konseling yang berkedudukan seimbang dan sejajar dengan kegiatan belajar”. PP tersebut memberikan legalisasi yang cukup mantap bagi keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Aspek legal keberadaan konselor juga dipeyung UURI No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 6 yang menyatakan, “Pendidik adalah tenaga kepandidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan ke khususannya, serta bepartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan” (PB ABKIN, 2005: 3-4

KASUS-KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI BIMBINGAN KONSELIN

Kasus-kasus yang sering terjadi dilingkungan profesi Bimbingan Konseling :
1.    Memaparkan bahwa sekolah dan guru tidak lagi percaya dan dipercaya sebagai pendidik dan pengajar. Tugas mereka telah digantikan dengan bimbingan belajar atau bimbel. Menurutnya, fenomena bimbel di sekolah menunjukkan kenyataan, kepentingan siswa telah diperalat demi kepentingan lain terutama demi kepentingan bisnis. Etika profesi pun digadaikan demi uang. Tugasmendidik dan mengajar merupakan hak dan kewajiban yang menjadi monopoli seorang guru. Ketika tugas tersebut diserahkan oleh pihak lain yang tidak mempunyai kewenangan profesi, maka etika profesi mulai tidak berada pada jalurnya. Dalam hal ini tugas mendidik dan mengajar guru dilakukan secara tidak profesional.
2.    Wacana yang belakangan mengemuka, persoalan pelanggaran etika keilmuan/profesi sering hanya ditujukan kepada praktik-praktik plagiarisme, yaitu penjiplakan, penggandaan, pengutipan, atau penyaduran, manipulasi data, menjiplak, mengutip dari karya keilmuan/profesi orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Pelanggaran etika keilmuan/profesi hanya dipersepsi sebagai persoalan “plagarisme” semata. Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, etika keilmuan/profesi mencakup enam wilayah, dan dari berbagai sumber yang sempat diakses, pelanggaran etika keilmuan/profesi banyak jenisnya.
3.    Seorang konselor yang dengan sengaja mempublikasikan data pribadi klien kepada semua orang.
4.    Ketika melakukan proses konseli, konselor yang mengambil keuntungan dari masalah yang dihadapi klien

BENTUK PELANGGARAN YANG SERING TERJADI
1.    Terhadap Konseli
a.    Menyebarkan/membuka rahasia konseli kepada orang yang tidak terkait dengan kepentingan
b.    konseli
c.    Melakukan perbuatan asusila (pelecehan seksual, penistaan agama, rasialis).
d.    Melakukan tindak kekerasan (fisik dan psikologis) terhadap konseli.
e.       Kesalahan dalam melakukan pratik profesional (prosedur, teknik, evaluasi, dan tindak lanjut).
2.    Terhadap Organisasi Profesi
a.    Tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
b.    Mencemarkan nama baik profesi (menggunakan organisasi profesi untuk kepentingan pribadi dan atau kelompok).

3.    Terhadap Rekan Sejawat dan Profesi Lain Yang Terkait
a.    Melakukan tindakan yang menimbulkan konflik (penghinaan, menolak untuk bekerja sama, sikap arogan)
b.    Melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli.

4.   Sangsi Pelanggaran
Konselor wajib mematuhi kode etik profesi Bimbingan dan Konseling. Apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik Profesi Bimbingan dan Konseling maka kepadanya diberikan sangsi sebagai berikut.
a.      Memberikan teguran secara lisan dan tertulis
b.      Memberikan peringatan keras secara tertulis
c.      Pencabutan keanggotan ABKIN
d.      Pencabutan lisensi
E.    Apabila terkait dengan permasalahan hukum/ kriminal maka akan diserahkan pada pihak yanG berwenang.

D.   Mekanisme Penerapan Sangsi
Apabila terjadi pelanggaran seperti tercantum diatas maka mekanisme penerapan sangsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.   Mendapatkan pengaduan dan informasi dari konseli dan atau masyarakat
b.  Pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah
c.    Apabila pelanggaran yang dilakukan masih relatif  ringan maka penyelesaiannya dilakukan oleh dewan kode etik di tingkat daerah.
d.    Pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data yang disampaikan oleh konseli dan atau masyarakat.
e.    Apabila berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh dewan kode etik
daerah terbukti kebenarannya maka diterapkan sangsi sesuai dengan masalahnya.

2 komentar:

  1. Triton, Titanium TV - The Triton, Titanium TV for sale online
    Triton Titanium is titanium expensive TV for sale online. View all titanium hip Triton TV, Titanium TV Video Games, Collectable, Collectible, Toys & Games online at an affordable price. titanium nipple jewelry Rating: 4.9 · micro hair trimmer ‎14 votes · ‎$12.00 does titanium have nickel in it

    BalasHapus